Permasalahan yang terjadi pada perkerasan jalan raya di Indonesia saat ini adalah kerusakan yang disebabkan oleh beban lalu lintas yang mengalami pertumbuhan sangat cepat melampaui kemampuan layan perkerasan jalan, curah hujan yang tinggi dengan sistem drainase yang belum dikelola dengan tepat dan proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik. Permasalahan lain adalah ulah oknum pelaksana yang seringkali sengaja menggurangi kualitas sehingga perkerasan jalan yang dihasilkan kurang berkualitas sehingga tidak mampu berfungsi sesuai dengan umur rencana infrastruktur tersebut.
Baca juga tulisan tentang salah satu faktor penyebab kerusakan jalan. Pada tulisan kali ini, kami mencoba membahas perkerasan lentur, yaitu jalan aspal, lebih detailnya beton aspal (Asphalt Concrete)
Menurut Bina Marga (2007), Aspal beton merupakan campuran yang homogen antara agregat (agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi atau filler) dan aspal sebagai bahan pengikat yang mempunyai gradasi tertentu, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan pada suhu tertentu untuk menerima beban lalu lintas yang tinggi.
Aspal beton (Asphalt Concrete) di Indonesia dikenal dengan Laston (Lapisan Aspal Beton) yaitu lapis permukaan struktural atau lapis pondasi atas. Aspal beton terdiri atas 3 (tiga) macam lapisan, yaitu:
Asphalt Concrete – Wearing Course
Asphalt Concrete -Wearing Course merupakan lapisan perkerasan yang terletak paling atas dan berfungsi sebagai lapisan aus. Walaupun bersifat non struktural, AC-WC dapat menambah daya tahan perkerasan terhadap penurunan mutu sehingga secara keseluruhan menambah masa pelayanan dari konstruksi perkerasan . Spesifikasi Umum Bina Marga, Divisi 6 dapat anda download di Rak Kode.
Lapisan ini merupakan lapisan perkerasan yang terletak dibawah lapisan aus (Wearing Course) dan di atas lapisan pondasi (Base Course). Lapisan ini tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi harus mempunyai ketebalan dan kekauan yang cukup untuk mengurangi tegangan/regangan akibat beban lalu lintas yang akan diteruskan ke lapisan di bawahnya yaitu Base dan Sub Grade (Tanah Dasar). Karakteristik yang terpenting pada campuran ini adalah stabilitas.
Lapisan ini merupakan perkerasan yang terletak di bawah lapis pengikat (AC- BC), perkerasan tersebut tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi perlu memiliki stabilitas untuk menahan beban lalu lintas yang disebarkan melalui roda kendaraan. Perbedaan terletak pada jenis gradasi agregat dan kadar aspal yang digunakan. Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1983) Laston Atas atau lapisan pondasi atas ( AC- Base) merupakan pondasi perkerasan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas.
Lapis Pondasi (AC- Base ) mempunyai fungsi memberi dukungan lapis permukaan; mengurangi regangan dan tegangan; menyebarkan dan meneruskan beban konstruksi jalan di bawahnya (Sub Grade).
Lapisan perkerasan lentur adalah perkerasan yang memanfaatkan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan meyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar yang telah dipadatkan. Aspal beton campuran panas merupakan salah satu jenis lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran homogen antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada suhu tertentu. Berdasarkan fungsinya aspal beton dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Sesuai fungsinya maka lapis aspal beton atau perkerasan lentur mempunyai kandungan agregat dan aspal yang berbeda. Sebagai lapis pondasi, maka kadar aspal yang dikandungnya haruslah cukup sehingga dapat memberikan lapis yang kedap air.
Dari uraian singkat diatas, kita dapat mencermati konstruksi perkerasan lentur di sekitar kita. Apakah sudah sesuai dengan hal tersebut? Jangan-jangan setelah lapisan tanah dasar, hanya dengan lapis pondasi bawah kemudian langsung ditimpa wearing course saja, tanpa ada lapisan pondasi atas? Lebih parah lagi jika lapisan tanah dasar tidak distabilisasi dulu atau jangan-jangan tanah dasar tidak dipadatkan?
Baca juga artikel tentang stabilisasi tanah. Hal tersebut akan mempercepat kerusakan pada konstruksi jalan. Faktor yang tak kalah pentingnya dalam menentukan keawetan jalan pada umumnya adalah ada tidaknya drainase di kanan kiri konstruksi jalan tersebut.
Demikian postingan kali ini ya teman, sampai berjumpa di postingan berikutnya!